"Saya
membutuhkan alat bantu pendengaran", katanya kepada sang gadis
manis di
belakang counter. "Ada model apa saja?"
"Oh,
ada, Pak, ini ada model yang paling canggih. Model digital,
tinggal
diselipkan ke telinga, suara yang masuk akan disensor
dan diproses
secara digital sehingga tidak terlalu keras dan
disesuaikan
dengan level lemahnya pendengaran".
"Berapa
harganya?" tanya Suseno si kikir.
"Harganya
Rp 12 juta per pasang, pak. Tapi kita bisa beri discount 10%".
"Ada
yang lebih murah nggak?"
"Ada,
pak. Bagaimana dengan model 'mold in the ear' ini? Memang belum
memakai
sistem digital, tapi bisa diselipkan ke kuping, dan tidak kelihatan
jelas kalau
sedang memakai alat pendengaran. Volumenya bisa disetel.
Harganya
hanya Rp 2.5 juta sepasang".
"Ada
yang lebih murah lagi nggak?"
"Ada,
pak. Ini model yang di luar telinga, dicantolkan ke daun telinga.
Jadinya
terlihat bahwa sedang memakai alat bantu dengar, dan rentan
terhadap
kemasukan air. Tapi harganya ekonomis dan terjangkau.
Cukup Rp 750
ribu sepasang".
"Ada
yang lebih murah lagi nggak?"
"Ada,
pak, yang ini volumenya tidak bisa disetel bolak-balik. Hanya
setel satu
kali saja. Harganya Rp 300 ribu sepasang".
"Ada
yang lebih murah lagi nggak?"
Setelah
terdiam sebentar, si pelayan mengeluarkan sebuah alat mirip²
earphones
berbentuk kancing bertali. "Yang ini cukup Rp 3 ribu saja. Tinggal
selipkan kancing
ini ke dalam daun telinga, dan biarkan talinya berjuntai".
"Bagaimana
cara kerjanya?" tanya Suseno.
"Untuk
Rp 3 ribu, memang tak ada mekanisme apa² dari alat ini. Tapi jika
orang
melihat anda memakainya, mereka akan berbicara lebih keras".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar